Pada hakikatnya, iklan merupakan pesan yang
disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Pengertian ini sama dengan
pengertian komunikasi sendiri. Iklan yang baik seharusnya bisa memenuhi 3
kriteria, yaitu dapat menimbulkan perhatian, menarik dan dapat menimbulkan
keinginan.
Dalam Advertising Exellence yang ditulis oleh Arens (dalam Ratna Noviani,
2002), iklan adalah sruktur informasi dan susunan komunikasi non personal yang
biasanya dibiayai dan bersifat persuasif, tentang produk (barang, jasa dan
gagasan) oleh sponsor yang teridentifikasi melalui, berbagai macam media.
I.
Sejarah Iklan
Iklan sudah ada sejak jaman dahulu.
Sebelum mengenal tulisan dan teknologi cetak, cara mengiklankan barang
dilakukan dengan pembicaraan dari mulut ke mulut. Namun ternyata di Pompeii
ditemukan bukti – bukti adanya pesan komersial maupun politik di masa itu.
Sedangkan di Mesir, Romawi dan Yunani menggunakan papyrus untuk menyebarluaskan berita tentang barang-barang
tertentu, dan lain-lain yang ditempel di tempat strategis.
Baru pada tahun 1621, Gubernur Jenderal
J. P. Coen menerbitkan Memorie de
Nouvelles yang tulisannya masih berupa silografi (tulisan indah). Dan pada
tahun 1744 terbitlah Bataviaasche
Nouvelles yang sudah memakai teknologi cetak tinggi. Sebagian besar isinya
berupa iklan perdagangan, pelelangan dan pengumuman resmi pemerintah Hindia
Belanda. Dari uraian tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa iklan dan
surat kabar muncul dalam waktu yang
bersamaan. Karena pada jaman itu, surat kabar kebanyakan berisi tentang iklan,
dan lembaran iklan disebut dengan surat kabar.
Pada tahun 1729, Benjamin Franklin
mendirikan surat kabar iklan yang bernama Pensylvania
Gazette. Dan pada tahun 1843, Volney Palmer mendirikan perusahaan
periklanan pertama di dunia yang dibangun di Philladelphia, Amerika Serikat.
Iklan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
iklan commercial dan non-commercial. Iklan non-komersial yang
bertujuan sebagai public service bisa
juga disebut dengan Iklan Layanan Masyarakat (ILM) yang berisi tentang ajakan
atau himbauan kepada masyarakat untuk melakukan suatu hal demi kepentingan
umum.
Iklan layanan masyarakat pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat pada
tahun 1942 ketika dibentuk The Advertising Council (Dewan
Iklan). Masa itu bersamaan dengan Perang Dunia ke II. Seperti yang dikemukakan Russel,
J. Thomas and W. Ronald Lane (1988: 691) “...after the World War II showed
that advertising could be a powerful tool for unifying the public and for
effecting change in attitudes towards less clearly defined goals in peacetime.”
Dewan iklan tersebut didirikan oleh American
Association of Advertising Agency (4A), Associatin of National Advertiser
(ANA), Magazine Publisers
Associations (MPA), Newspaper
Advertising Bureau (NAB), dan Outdoor Advertising Association (OAA).
Meskipun kajian tentang iklan mulai
ramai dibicarakan pada masa Perang Dunia II, ternyata ketika perang dunia
pertama berlangsung, iklan ternyata sudah digunakan untuk merekrut relawan.
Seperti yang dikemukakan Mark Tungate (2007 : 23),
“With
the outbreak of the First World War, advertising was used to attract the
volunteers. In 1914 Lord Kitchener, the Minister of War, apearred on a poster
urging young men to ‘join your country’s army’ with a steely gaze and a
pointing finger. In 1917, the US army adopted an almost identical approach,
with a stern Uncle Sam pointing the finger ‘I want YOU for US army’”.[1]
Di Indonesia, Iklan Layanan Masyarakat
(ILM) dipelopori oleh biro iklan Intervista pada tahun 1968 yang
mengangkat masalah tentang pemasangan petasan yang sedang marak saat itu.
Kemudian pada tahun 1974 Matari Ad membuat iklan yang mengangkat makna hubungan
orang tua dan anak. Salah satu ILM yang dibuat oleh Matari Ad yang dapat
dikenang sampai saat ini yaitu iklan "Renungan Bagi Orang Tua" yang mengangkat
puisi Khalil Gibran.
II. Sekilas Sejarah
Surat Kabar
Seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya, munculnya surat kabar bersamaan dengan kemunculan iklan yang
terorganisir. Banyak sumber yang mengakui Bataviaasche
Nouvelles sebagai surat kabar yang pertama kali muncul. Kemudian pada tanggal 5 Agustus 1810 surat kabar kedua terbit
dengan nama De Bataviasche Koloniale
Courant oleh Daendles.
Namun dalam beberapa pendapat lain,
surat kabar pertama yang terbit adalah koran Bromartani yang diterbitkan oleh Harteveld & Co di Surakarta
menggunakan bahasa Jawa. Selain koran Bromartani,
ada juga dua koran tertua lainnya yakni Soerat
Kabar Bahasa Melayu, yang diterbitkan di Surabaya oleh penerbit E.Fuhri. Dan
Soerat Chabar Batavie yang diterbitkan tahun 1858 oleh pengusaha
Longe & Co. Kemudian disusul Selompret
Melajoe di Semarang pada tahun 1860.
Pada era ini juga, di luar Jawa juga
lahir sejumlah surat kabar antara lain Celebes
Courant dan Makassar Handelsblad
di Ujungpandang, Tjahja Siang di
Manado, Sumatra Courant dan Padangsch Handelsblad di Padang.
Sementara di Batavia juga lahir sejumlah koran. Yang paling popular yakni Bintang Betawi. Hanya saja koran-koran
yang terbit pada masa awal sejarah pers tersebut kebanyakan dikelola kaum
kolonial.
Bataviasche
Koloniale Courant tercatat sebagai surat kabar pertama
yang terbit di Batavia. Selanjutnya The
Java Gouverment Gazette yang kemudian sering disingkat Java Gazette terbit pada 29 Februari 1812. Kemudian terbit surat
kabar Berita Negara, surat kabar ini diterbitkan pada tahun 1828 dengan
menggunakan nama De Bataviasche Courant.
Pada tahun 1836 terbit surat kabar Soerabaijas
Advertentie. Di Surabaya (1835) terbit Soerabajasch Niew en
Advertentiebland. Sedangkan di Semarang terbit Semarangsche
Advertentiebland dan De Searangsche Courant.
Kemudian baru pada tahun 1900-an Dr.
Wahidin Soedirohusodo menangani surat kabar Redno
Dhoemilah dalam dua bahasa yaitu Jawa dan Melayu. Hal ini didasari setelah
kolonial Belanda mengijinkan kaum Tionghoa mengelola media cetak. Orang-orang
bumiputra baru mulai belajar mengelola koran setelah Tionghoa mulai menerbitkan
surat kabar. Pada masa inilah mulai mengkampanyekan nasionalisme, pendidikan
masyarakat, persamaan derajat dan budi pekerti.
Redno
Dhoemila ini merupakan media pers lokal, hanya saja surat kabar Redno Dhoemilah ini juga didirikan oleh
orang Belanda, FL Winter, dengan perusahaan penerbit milik kolonial H Bunning
Co. Dan pada tahun 1901 Datuk Sultan Marajo bersama adiknya yang bernama
Baharudin Sutan Rajo nan Gadang menerbitkan dan memimpin sendiri sebuah surat
kabar yang diberi nama Warta Berita
yang merupakan surat kabar pertama di Indonesia yang berbahasa Indonesia,
dimiliki dan redakturnya orang Indonesia.
III. Iklan dalam Surat
Kabar
Seiring pertumbuhan dan perkembangan
ekonomi pada awal abad 19, di Amerika muncul classified advertisement yang isinya merupakan pesan-pesan singkat
tentang produk tertentu. Iklan tersebut ditampilkan dalam kotak-kotak dengan
huruf kecil.
Dalam surat kabar terdapat 3 kategori
iklan, yaitu iklan baris, iklan display, dan iklan advertorial. Iklan
display merupakan iklan yang paling dominan pada surat kabar maupun majalah.
Ukurannya sangat bervariasi, biasanya berukuran sekitar dua kolom sampai satu
halaman.
Yang kedua adalah iklan advertorial
adalah iklan yang ditulis dengan gaya editorial. Isi pesan dan gaya
penulisannya lebih serius. Dalam iklan model seperti ini biasanya ditampilkan
angka-angka hasil riset, statistik, referensi ilmiah, makalah yang ditulis oleh
seorang ahli atau lembaga di bidang profesional di bidang yang berkaitan.
Iklan baris termasuk iklan yang pertama kali
dikenal masyarakat. Biasanya terdiri dari iklan lowongan pekerjaan, iklan
penjualan rumah, mobil, tanah, alat elektronik dan lain-lain. Disebut iklan
baris karena hanya terdiri dari beberapa baris saja. Iklan jenis ini biasanya
banyak digandrungi oleh masyarakat karena harganya yang murah dibandingkan
jenis iklan lainnya.
Di masa awal kemerdekaan Indonesia
merupakan masa-masa sulit perekonomian bangsa ini. Begitu juga dengan sektor
periklanan. Iklan belum bisa mendorong kehidupan pers secara signifikan. Tarif
iklan saat itu juga masih sangat rendah. Misalnya saja surat kabar Warta Hindia
di Padang, tarif iklannya hanya Rp 1 per kolom, dengan harga surat kabar Rp 3.
Kondisi ini tentu sangat berlawanan dengan tarif iklan jaman sekarang yang
melambung tinggi, melebihi harga surat kabar itu sendiri.
Berikut ini merupakan contoh harga iklan
dalam surat kabar Kompas[2] :
I. Display REGULER
-
BW, Min. 40 mmk : Rp 105.500, -/ mmk
-
FC, Min. 810 mmk : Rp 147.000, -/ mmk
-
FC, Hal 3 ( KK) min 1.890 mmk: Rp 205.000, -/ mmk
-
FC, Hal 5 ( KK) min 810 mmk: Rp 195.500, -/ mmk
II. Advertorial dan korporatorial ( per
mmk)
-
BW, Min. 810 mmk : Rp 108.000, -/ mmk
-
FC, Min. 810 mmk : Rp 150.000, -/ mmk
III. Advertorial
-
BW, Min. 810 mmk : Rp 99.000, -/ mmk
-
FC, Min. 810 mmk : Rp 139.000, -/ mmk
IV. Iklan Baris, min. 3 baris, maks. 12
baris
Nusantara
: Rp 55.000,-/baris, Batavia: Rp 45.000,-/baris
>
Baris Teks Warna, Cyan,min. 3 baris, maks. 12 baris
Nusantara:
Rp 69.000,-/baris, Batavia: Rp 61.000,-/baris
>
Baris Background**,min. 3 baris, maks. 12 baris
Nusantara:
Rp 79.000,-/baris, Batavia: Rp 71.000,-/baris
>
Kop by Request***,BW,min. 22 baris, maks. 52 baris
Nusantara:
Rp 58.000,-/baris, Batavia: Rp 50.000,-/baris
>
Sponsor KOP 1 x 15mmk
Nusantara:
Rp 750.000,-/baris, Batavia: Rp 660.000,-/baris
>
Logo (Iklan baris dengan logo 10 baris),BW, Logo: 15mm x 20mm
Nusantara:
Rp 750.000,-/baris, Batavia: Rp 660.000,-/baris
>
Picture (Iklan baris bergambar) BW,picture: 1 x 25mmk + 3 baris, - Teks BW
Nusantara:
Rp 950.000,-/baris, Batavia: Rp 850.000,-/baris @biaya tambahan
Nusantara: Rp 58.000,-/baris, Batavia: Rp 50.000,-/baris
Nusantara: Rp 58.000,-/baris, Batavia: Rp 50.000,-/baris
Daftar
Pustaka
Norris, James S. 1987. Advertising; third Edition. New Delhi : Prentice Hall of India.
Peerboom,
Robert. 1970. Surat Kabar (diterjemahkan
oleh DRS. S. Rochady). Bandung: Penerbit Alumni.
Persatuan
Perusahaan Periklanan Indonesia. Reka
Reklame; Sejarah Periklanan Indonesia 1744 – 1984. 2005. Yogyakarta :
Galang Press.
Russel,
J. Thomas and W. Ronald Lane. 1988. Advertising
Procedure; Fourteenth edition. New Jersey : Prentice Hall International.
Tungate,
Mark. 2007. Adland : A Global History of
Advertising. London and Philadelphia : Kogan Page.
Winarno,
Bondan. 2008. Rumah Iklan. Jakarta :
Kompas Media Nusantara.
Diunduh
dari http://forum.vivanews.com/sejarah-dan-budaya/208144-sejarah-surat-kabar.html diunduh
tanggal 29 Maret 2012 pukul 20.00
Diunduh
dari http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/03/belajar-iklan-media-cetak.html
Pada 15 April 2012 pukul 21.30
Diunduh dari http://sejarah.info/2011/11/sejarah-jurnalistik.htmldiunduh tanggal
29 Maret 2012 pukul 18.09
[1] Dalam Mark
Tungate. 2007. Adland : A Global History
of Advertising. London and Philadelphia : Kogan Page. Halaman 23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar