Kamis, 10 Januari 2013

#Review Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 6, No.3, September-Desember 2008



Review
Konteks Historis Praktek Humas di Indonesia
Dalam Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 6, No. 3 September – Desember 2008
Oleh I Gusti Ngurah Putra

Kajian mengenai praktek kehumasan di Indonesia sampai saat ini masih sangat sedikit. Kebanyakan, kajian tentang Ilmu Komunikasi hanya mengenai media massa, komunikasi pembangunan dan jurnalistik. Praktek public relation sendiri hadir dalam masyarakat karena adanya perubahan faktor-faktor socio-cultural di masyarakat tersebut. Dalam jurnal ini, akan dibahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi praktek kehumasan serta kendala-kendala pengembangan profesi di Indonesia.
Sejarah Praktek Humas di Indonesia
Sejarah praktek humas di Indonesia bisa diklasifikasikan menjadi 4 periode, yaitu:
1. Periode pertama : Tahap awal.
Para praktisi humas di Indonesia menyepakati bahwa lahirnya praktek humas modern di Indonesia bersamaan dengan kemerdekaan RI. Setelah proklamasi, founding fathers negara Indonesia ini sadar mengenai pentingnya pengakuan negara lain terhadap lahirnya Republik Indonesia. Dengan demikian, maka dirancanglah sebuah konferensi pers yang dihadiri oleh wartawan dalam dan luar negeri untuk menjelaskan mengenai perubahan status RI.
Menurut Alwi Dahlan (1987), usaha-usaha yang dilakukan sebelum dan sesudah Indonesia merdeka tersebut tidak disebut sebagai kegiatan humas, melainkan kampanye informasi, dsb. Namun ada pendapat lain yang menyatakan bahwa usaha-usaha seperti konferensi pers termasuk kegiatan humas karena termasuk dalam salah satu teknik hubungan media dalam kehumasan.
2. Periode kedatangan perusahaan multinasional.
Di awal tahun 1950-an, kedatangan beberapa perusahaan multinasional juga melahirkan era baru dalam praktek humas di Indonesia. Perusahaan-perusahaan tersebut memandang bahwa public relation sangat penting dalam usaha-usaha operasional perusahaan. Misalnya, PT Caltex menggunakan public relation untuk memperkenalkan kedatangan mereka di Indonesia. Melalui kegiatan humasnya, perusahaan ini mencoba meyakinkan masyarakat bahwa mereka tidak hanya untuk mencari keuntungan semata, namun juga membangun komunitas.
Di saat yang hampir bersamaan, pengenalan praktek humas di Indonesia dilakukan oleh beberap instansi pemerintah. Yaitu Radio Republik Indonesia (RRI) dan Kepolisian RI. Kedua institusi tersebut membentuk bagian humas dalam struktur organisasinya. Meskipun disini masih terdapat ketidakjelasan job description mengenai bagian humas tersebut.
3. Periode pemerintahan Orde Baru (1966-1980).
Bagian ini erat kaitannya dengan permasalahan ekonomi serta politik yang mengalami banyak perubahan di era tahun 60-an. Dalam pemerintahan orde baru, pembangunan ekonomi diarahkan untuk memaksimalkan pertumbuhan ekonomi melalui penarikan modal asing dan teknologi pada modal.  Sampai pada dibentuknya UU No. 1 tahun 1967 tentang PMA dan UU No. 6 tahun 1968 tentang PMDN yang kemudian meningkatkan arus modal asing yang masuk dan mendorong tumbuhnya berbagai organisasi bisnis.
Situasi inilah yang juga ikut mendorong peningkatan kebutuhan terhadap jasa konsultasi, baik periklanan, hukum dan humas. Meskipun perkembangan humas tidak melejit seperti periklanan, namun ada juga pelajaran yang dapat kita ambil, yaitu mengenai berdirinya Perhumas dan Bakohumas. Pertumbuhan organisasi bisnis, baik swasta maupun negri ikut mendorong peningkatan kebutuhan terhadap tenaga humas. Pembentukan Perhumas (Perhimpunan Hubungan Masyarakat) pada tahun 1972 merupakan sebuah usaha untuk meningkatkan profesionalisme praktisi humas di Indonesia. Kegiatan Perhumas antara lain berupa konferensi tahunan, penerbitan news letter, penerbitan jurnal serta menjadi tuan rumah kongres FAPRO, sebuah organisasi kehumasan Asia Tenggara.
Terbentuknya Bakohumas (BadanKoordinasi Hubungan Masyarakat) pada tahun 1971 merupakan penyempurnaan dari BKS (Badan Kerja Sama) yang dinilai kurang berhasil. Sampai tahun 1970-an, hampir seluruh departemen pemerintahan dan swasta sudah memiliki bagian humas dalam struktur organisasinya.


4. Pertengahan tahun 80-an sampai sekarang.
Meskipun praktek humas sudah dimulai sejak era 1940-an, namun sejumlah praktisi menganggap profesionalisme humas baru berkembang di periode ini. Hal ini ditandai dengan munculnya perusahaan humas pada akhir tahun 1980-an. Sebagian besar perusahaan yang lahir merupakan perkembangan perusahaan periklanan. Pembentukan APPRI (Asosiasi Perusahaan Public Relation Indonesia) pada April 1987 bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme humas di Indonesia.
Meningkatnya kebutuhan terhadap humas yang lebih profesional antara lain disebabkan oleh kebijakan deregulasi ekonomi tahun 1983 dan privatisasi di beberapa sektor ekonomi. Deregulasi pertama diawali di sektor keuangan yang dimulai pada tahun 1983. Sampai akhir tahun 1980, pemerintah telah mengakhiri sejumlah monopoli di beberapa sektor yang cukup menguntungkan. Dengan demikian, terbukalah kesempatan dan peluang-peluang bagi para pemasar, staf teknis, manajer yang terampil serta praktisi humas.
5. Periode pasca Orde Baru.
            Reformasi politik yang berlangsung sejak tahun 1998 berdampak pada pengakua terhadap kebebasan berkomunikasi, yakni adanya pengakuan jaminan terhadap hak untuk memperoleh dan menyebarkan informasi. Kebebasan ini juga diekspresikan dengan kebebasan pers, serta munculnya perkumpulan-perkumpulan serta organisasi dalam berbagai sektor. Dengan adanya kebebasan ini, praktek humas yang dijalankan oleh organisasi juga harus siap mengantisipasi berbagai hal. Mengapa? Karena dengan kebebasan ini, pers juga menjadi lebih bebas dan kritis dalam membongkar praktek-praktek buruk yang dilakukan suatu instansi ataupun perusahaan.
            Disamping itu, humas juga harus siap melakukan dialog dengan berbagai golongan, misalnya dengan golongan buruh agar mereka tidak melakukan pemogokan kerja dan lain-lain. Kebebasan memperoleh informasi publik juga berdampak pada humas, karena humas harus bisa menyambut baik terhadap publik yang ingin mengetahui aspek-aspek yang ingin mereka ketahui. Jadi, era ini telah mengarah pada model humas simetris dua arah seperti yang diusulkan oleh Grunig sekitar 20 tahun yang lalu.



Faktor Pendorong Perkembangan Humas
Beberapa faktor pendorong berkembangnya praktek humas di Indonesia dalam jurnal ini bisa dikategorikan dalam beberapa poin, antara lain yaitu :
a.       Liberalisasi perekonomian Indonesia di masa Orde Baru (Kebijakan ekonomi).
b.      Perbaikan kondisi sosial politik Indonesia.
c.       Masyarakat yang semakin kritis, yang juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat.
d.      Adanya proses alih generasi dan meningkatnya perusahaan yang go public.
e.       Pengenalan teknologi komunikasi yang baru, serta perubahan sikap pers pada dunia bisnis.
f.       Globalisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar